Dalam riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah Saw. bersabda: “Ada lima macam yang termasuk fitrah, yaitu
khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, menggunting
kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.”
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang
komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk
hal-hal yang sepele yang menjadi naluri kebiasaan manusia.
Dalam konteks khitan, ulama sepakat bahwa laki-laki dianjurkan untuk
berkhitan, karena secara logika bisa dipahami, khitan merupakan bagian
dari kebersihan (thaharah). Tetapi tidak demikian bagi perempuan, banyak
kalangan terutama tenaga medis yang melarang khitan bagi perempuan.
Sementara itu sebagian kalangan berpendapat bahwa khitan bagi perempuan
harus dilakukan. Oleh karenanya, masalah khitan bagi perempuan perlu
mendapatkan kejelasan secara tuntas dan menyeluruh.
Ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi perempuan, ada yang
mengatakan sunnah, dan ada yang mengatakan mubah. Sedangkan menurut
al-Syafi’i hukumnya wajib, seperti hukum khitan bagi laki-laki
sebagaimana dikemukakan Imam Nawawi.
Pendapat yang melarang khitan perempuan sebetulnya tidak memiliki
dalil syar’i, kecuali hanya sekedar melihat bahwa khitan perempuan
adalah menyakitkan korban (perempuan). Sementara hadits yang menjelaskan
khitan perempuan (hadits Abu Dawud) tidak menunjukkan taklif disamping
juga keshahihannya diragukan. Padahal ada kaidah ushul yang menyatakan
bahwa ‘adam al-dalil lais bi dalil (tidak adanya dalil bukan
merupakansuatu dalil).